Sunday 3 August 2008

Unsyûdah al-Mathar-Badr Syakir as-Sayyab

NYANYIAN HUJAN
(Badr Syâkir as-Sayyâb)


Dua matamu adalah dua rumpun pohon kurma di fajar buta
Atau dua beranda yang darinya rembulan surut.tenggelam
Ketika tersenyum, Dua matamu bagai pohon-pohon anggur yang bersemi
Dan cahaya berdansa seperti rembulan dalam sungai
Yang digoncang oleh dayung di fajar buta..
Seolah, dalam kedalamannya, bintang-bintang berdegub

Mereka tenggelam di awan tebal dari kesedihan yang dalam
Seperti lautan di mana sore senja melepaskan dua tangan di atasnya.
Hangat musim dingin dan diikuti gigil musim gugur,
Kematian, kelahiran, kegelapan dan cahaya.
Isak tangis kembali meronta di sepenuh jiwaku
Sorah liar memeluk angkasa
Seperti hiruk pikuk anak kecil terkejut takut oleh rembulan.

Seolah busur awan menenggak halimun/kabut..
Dan tetes demi tetes meleleh dalam hujan..
Anak-anak kecil melepas tawa di bawah terali rambatan pohon anggur
Dan nyanyian hujan
Menggelitik ketenangan burung-burung di atas pohon
Hujan
Hujan
Hujan
Senja menguap, dan arak mendung
Masih deras mengucurkan air mata beratnya
Seperti anak kecil menyeloteh sebelum tidur di malam gelap
Tentang ibunya – yang tak ditemukannya saat terbangun setahun yang lalu, Kemudian ketika ia masih bertanya terus, mereka menjawab: “Esok lusa ibumu akan kembali-”
Dan ia harus kembali
Namun kawan-kawannya berbisik, ibunya ada
Di lereng bukit sedang tergolek di pusara
Menelan debunya dan menenggak air hujan;
Bak nelayan yang sedih memungut jala-jalanya
Sembari mengutuk air dan takdir
Lalu menaburkan nyanyian di mana bulan tenggelam.
Hujan, Hujan..
Tahukah engkau kesedihan apa yang dikirim oleh hujan?
Dan bagaimana talang terisak kala hujan mengucur?
Dan bagaimana orang yang sendirian merasakan kehilangan di dalamnya?
Hujan turun tak henti: seperti darah yang tertumpah,
Seperti kelaparan, cinta, anak kecil, dan mayat-
Itulah hujan
Kedua matamu datang seperti khayalan bersama hujan,
Dan di tepi ombak teluk, kilat mengusap
Di pantai-pantai Irak
Bersama gemintang dan kulit-kulit kerang
Seolah mereka hendak bercahaya
Namun malam menyelimutinya dengan kemul darah

Aku berteriak memanggil teluk, "Wahai teluk,
Wahai pemberi mutiara, kulit-kulit kerang dan mayat kematian!"
Lalu suara itu menggema seperti membunyikan:
"Wahai teluk: Wahai pemberi kulit-kulit kerang dan mayat kematian"

Hampir-hampir aku mendengar Irak menyimpan halilintar
Dan menimbun kilat di bukit dan dataran
Hingga ketika orang-orang membuka tutupnya
Angin-angin tak kan membiarkan kaum Tsamud
Satu jejak pun di lembah itu
Hampir saja aku mendengar pohon-pohon kurma menenggak air hujan
Dan mendengar perkampungan merintih, dan para pelancong
Bergulat dengan dayung dan layar
Melawan badai dan guruh teluk, sembari mereka bernyanyi:
”Hujan . . . Hujan . . . Hujan
Dan di Irak ada kelaparan!
Musim paling subur menyebar hasil panennya
Hingga burung-burung gagak dan belalang kekenyangan karenanya
Lumbung-lumbung dan bebatuan menumbuk tak hentinya
Dan mesin-mesin penggiling terus berputar di ladang-ladang... dijalankan
banyak orang
Hujan . . .
Hujan . . .
Hujan . . .
Betapa sering air mata kita tumpahkan, di malam keberangkatan,
Lalu hujan kita buat alasan –karena takut dikecam-
Hujan
Hujan
Sejak kita kecil, langit
Mendung berawan di musim dingin,
Dan hujan turun dengan lebatnya,
Namun setiap tahun –kala tanah yang basah tumbuh bersemi- kita justru kelaparan.
Tak satu tahun pun beralu tanpa Irak mengalami kelaparan.
Hujan
Hujan
Hujan
Di setiap tetes air hujan
Ada sekuncup merah atau kuning kembang,
Setiap tetes darah orang-orang yang kelaparan dan telanjang
Dan setiap tetes darah yang mengucur dari hamba sahaya
Adalah senyuman dalam sebuah penantian bibir-bibir baru
atau puting susu merah mawar di mulut bayi
di alam muda esok hari yang memberi kehidupan
Hujan
Hujan
Hujan
Irak akan tumbuh bersama hujan”

Aku berteriak memanggil teluk, "Wahai teluk,
Wahai pemberi mutiara, kulit-kulit kerang dan mayat kematian"
Lalu suara itu menggema seperti membunyikan:
"Wahai teluk: Wahai pemberi kulit-kulit kerang dan mayat kematian"

Dari pemberiannya yang tak terbilang teluk menaburkan di atas pasir: buih asin, kulit kerang,
Dan sisa tulang-tulang sial dari para pendatang malang yang tenggelam dan mayatnya menenggak air dari teluk dan dasarnya,
Sementara di Irak seribu ular menikmati minuman lezat
Dari sekuntum bunga yang diharumkan oleh sungai Euphrat bersama embun
Aku mendengar gema
Menggaung di teluk itu:
”Hujan
Hujan
Hujan
Di setiap tetes air hujan
Ada sekuncup merah atau kuning kembang,
Setiap tetes darah orang-orang yang kelaparan dan telanjang mengalir
Dan setiap tetes darah yang mengucur dari hamba sahaya
Adalah senyuman dalam sebuah penantian bibir-bibir baru
atau puting susu merah mawar di mulut bayi
di alam muda esok hari yang memberi kehidupan”

Dan hujan pun turun lebat

Judul asli: Unsyûdah al-Mathar
Diterjemahkan oleh Achmad Aef (penggiat the Muallaqat Forum Jogjakarta)

TENTANG PENYAIR

Badr Syâkir as-Sayyâb lahir di desa Jîkûr sekitar sungai Efret dekat kota Basrah sebelah selatan Irak pada tahun 1926. Keluarga as-Sayyâb adalah keluarga muslim sunni. Daerah itu kebanyakan berpenghasilan dari ladang kurma. Meskipun demikian, mereka hidup layak.
As-Sayyâb masuk dunia pendidikan pertama kali di sekolah dasar yang bernama Bâb Sulaimân. Kemudian dirinya pindah ke sekolah dasar al-Mahmûdiyyah yang didirikan oleh Mahmûd Pasya tahun 1910 pada masa Dinasti Ustmanî. Meyelesaikan studinya di sekolah dasar pada tanggal 1 Oktober 1938 dan perguruan tingginya ditempuh pada Universitas Dâr al-Mu’allimîn di Bagdad.
Karir as-Sayyâb pertama kali di dunia politik. Hal itulah yang menyebabkan dirinya mengalami banyak penderitaan. Keluar-masuk penjara, disingkirkan dari pekerjaannya, dan bahkan dibuang ke luar negeri adalah hal biasa baginya. Sekitar tahun 50-an Irak menjadi tempat persinggahan Marxisme yang cukup subur sehingga menyebarkan paham nasionalisme yang menggebu-gebu.
Puisi karya as-Sayyâb banyak membuat pembaharuan yang cukup mengejutkan masyarakat. Puisi-puisinya banyak beraliran futuristik yang banyak menyelipkan ayat al-Qur'an ke dalamnya. Selain itu, rima, simbolisme, gaya puisinya saat dibaca disertai nada musik, irama, dan kata-kata al-Qur'an yang terasa kuat sekali pantulannya. Tokoh dan peristiwa dalam al-Qur'an dan tradisi Islam diartikulasikan dan diaktualisasikan kembali untuk menggantikan mitologi dan pengaruh lain.
As-Sayyâb adalah salah satu pelopor dalam pembaharuan puisi. Ia bersikap terbuka terhadap pengaruh puisi-puisi Eropa modern. Puisinya memiliki ciri khas dengan ungkapan perasaan yang indah dan mendalam. Penggambaran dalam puisinya pun memukau, sebab memadukan antara bahasa dengan visi dan refleksi. Dalam puisinya, ia juga mampu menyelaraskan antara keindahan musikalitas dan ketajaman perasaan (makna).
Puisi-puisi as-Sayyâb banyak diwarnai bahasa semiotik, hidup, dan indah, tetapi tidak mudah ditangkap pembaca biasa. Tidak sedikit kalangan kritikus sastra Arab menyoroti puisi-puisinya dalam beberapa karya antologinya yang tebal. Hasil kritik itu diterbitkan bersamaan dengan munculnya buku-buku studi sastra tentang dia dan karyanya. Karya puisinya sekitar tahun 50-an dinilai banyak terpengaruh oleh penyair-penyair kelompok Apollo dan Mahjar yang lebih romantik -barangkali termasuk juga pengaruh Shelley dan Keats– tetapi ada juga yang membandingkannya dengan Eliot.
Ia meninggal pada tanggal 24 Desember 1964 karena mengidap penyakit paru-paru di Rumah Sakit Amerika yang ada di Kuwait.


(Sumber: Achmad Atho’illah. Leksikon Sastrawan Arab Modern (Biografi & Karyanya). Yogyakarta: Datamedia bekerjasama dengan al-Mu’allaqât Centre, 2007)

1 comment:

ashli lho said...

mas,.,.,
aku adalah orang tilol yang suka dengan sastra arab.
saya tertarik dengan penyair arab badr syakir as sayyab.
aku minta mas mencantumkan teks asli berbahasa arab dari puisi-puisinya.
atas terpenuhi permintaannya kami ucapkan banyak terima kasih.
asro_